Peramalan Kuantitatif – FAQ

July 19, 08

Peramalan kuantitatif adalah salah satu kemampuan yang dibutuhkan oleh IE-ers. Di manapun ia bekerja.

Meskipun dalam seting perkuliahan, peramalan biasanya menjadi bagian mata kuliah PPIC atau sejenis; ramal meramal tidak hanya menjadi monopoli domain manufaktur. Bahkan sejatinya, sadar ataupun tidak , dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan dalam proses meramal sebelum bertindak.

Contohnya: hari mendung – saya perlu bawa payung gak ya?

Hari ini kita ngobrolin Naisbit, Joyoboyo, atau Mama Laurent pak?

Halah, bukan salah satu dari mereka 🙂 Gak usah ketik reg-spasi-boed lho ya !!!

Supaya ada variasi dibanding artikel sebelumnya, saya buat tulisan kali ini dalam format Q & A saja. Sila memberi masukan baik dari sisi teoritis maupun praktis aplikasi.

1. Aksioma – the first principle

Konsep pertama dan utama dari forecaster adalah: Peramalan selalu salah, tetapi beberapa hasil peramalan bisa berguna

Dari sudut pandang insani, dunia ini penuh dengan ketidakpastian (uncertainty); sehingga sekeras apapun usaha manusia, tidak mungkin bisa 100% akurat dalam meramal. We have to live with it.

2. Kenapa perlu peramalan?

Peramalan dilakukan karena kita harus membuat sebuah keputusan jauh sebelum informasi aktual yang dibutuhkan ada. Jika kita menunggu sampai informasi tersedia kemungkinan besar sudah terlambat.

Sebagai contoh, penelitian tentang energi non-fosil sudah dimulai sejak puluhan tahun yang lalu. Padahal saat itu, energi fosil masih sangat ekonomis. Keputusan mengenai dimulainya pengembangan energi non fosil tidak dibuat berdasar fakta saat itu, namun dari hasil peramalan kondisi dunia puluhan tahun ke depan. Jika penelitian baru dimulai sekarang -saat secara faktual kita sudah krisis energi- tentunya sudah cukup terlambat karena penelitian itu butuh waktu.

Kuncinya, peramalan digunakan saat kita perlu pendekatan antisipatif bukan reaktif.

3. Konsep dasar cara melakukan peramalan?

Saya kasi contoh pak. Saat ini kita berada di tahun 2008, kita ingin meramalkan jumlah virus komputer di tahun 2009 dan 2010. Data di tangan saya adalah data dari tahun 1825 – 2008.

Ya gak mungkin lah, emang waktu perang Pangeran Diponegoro dah bawa laptop. Electronic warfare?

Oiya ding 🙂 Maksudnya data di tangan adalah dari 1995-2008. Data itu saya pilah jadi dua bagian (tak harus sama banyak). Satu bagian digunakan untuk model building (di AI disebut learning), sisa data yg belum dipake digunakan untuk mengukur akurasi (validasi).

Kronologinya kira-kira: kumpulkan data masa lalu –> kembangkan model peramalan dengan lebih dari satu teknik –> uji validasi dan pilih model yg paling akurat –> gunakan model terpilih untuk melakukan peramalan yg sebenarnya –> data sebenarnya baru akan muncul setelah beberapa periode kemudian

4. Mengukur akurasi peramalan ?

Pengukuran akurasi peramalan biasanya dilakukan untuk membandingkan dan memilih di antara 2 atau lebih teknik peramalan. Jika anda hanya punya satu teknik di tangan (tidak recommended) – pengukuran akurasi peramalan tidak punya banyak arti karena anda tidak akan memilih apapun.

Cara yang ‘paling benar’ untuk mengukur akurasi peramalan tentunya adalah dengan membandingkan hasil ramalan dengan kondisi nyata di lapangan (contohnya: ramalan jumlah virus komputer di tahun 2010 dengan data aktual yg dikumpulkan pada tahun 2010). Sayangnya, kembali ke poin (2) dan (3); cara ini tidak aplikatif karena sudah terlambat.

Maka satu-satunya jalan adalah ‘melihat kebelakang’. Validasi dilakukan dengan prinsip retrospektif.

Konsep dasarnya adalah, model peramalan dianggap akurat jika error peramalannya kecil. Atau lebih tepatnya; jika kita punya dua teknik peramalan, A dianggap lebih akurat dari B jika error ramalan teknik A lebih kecil. Error peramalan dihitung dari perbedaan antara hasil peramalan dan data aktual.

Jadi itu ya pak alasan kenapa data tahun 1995-2008 harus saya pilah. Karena sebagian data digunakan untuk menghitung error peramalan.

Iyes.

Boleh gak pak jika semua data 1995-2008 saya gunakan untuk membangun model peramalan dan semua data yg sama saya gunakan untuk menghitung error?

Sebaiknya jangan – karena wasit nggak boleh merangkap jadi pemain 🙂

Ukuran akurasi ternyata beragam, namun konsep dasarnya sama – menghitung error peramalan. Misal: MSE, MAE, MAPE dll. Dari hasil penelitian yg penah kami lakukan di TI UGM, hasilnya tidak selalu konsisten. Misal: untuk dataset yg sama ~ dari dua teknik peramalan A & B; bisa jadi MAE menyatakan A lebih akurat, sementara MSE menyatakan B lebih akurat.

Tipsnya: jika anda ‘sensitif’ terhadap nilai error ekstrim, gunakan pengukuran yang melibatkan fungsi kuadratik (misal Mean Squared Error) bukan fungsi yg menggunakan nilai absolut.

Perlu diingat: hasil cross validation sebenarnya hanya bisa dijamin valid untuk kisaran observasi. Dalam kasus di atas, misal, adalah dari 1995-2008.

5. Teknik yg dipakai?

Metode yang paling populer adalah dengan melihat pola data. Teknik yg sudah diaplikasikan di antaranya adalah linear regression, non linear regression, Bayesian Regression, ARIMA (Box Jenkins), Moving Average, dll.

Salah satu asumsi utama pengunaan teknik-teknik di atas adalah bahwa: pola data yang terjadi di masa lalu akan berulang di masa mendatang. Dengan kata lain, jika asumsi tersebut tidak dipenuhi maka kemungkinan besar hasil ramalan menjadi tidak akurat.

Metode peramalan yg bersandar pada pola data tidak akan mampu meramalkan kondisi ekstrim. Sebagai contoh: krisis moneter 1998; penurunan turis di Singapura akibat SARS.

Metode alternatif yang bisa digunakan adalah metode causal (sebab akibat). Meskipun masih menggunakan data masa lalu dalam kalibrasi (parameter learning), namun yg coba ditangkap bukanlah pola data yg muncul. Model peramalan akan mencoba menangkap hubungan sebab akibat yang ada di balik data yg muncul tersebut (the underlying causal mechanism). Sila lihat juga di sini.

Metode causal yg cukup populer adalah Econometrics, Systems dynamic (deterministic) dan Bayesian Network (stochastic).

Peramalan metode causal punya kemampuan lebih dalam mendeteksi kasus ekstrim dibandingkan peramalan pola data; namun membutuhkan kemampuan yg lebih tinggi dari analis-nya. Sila googling di internet untuk perbandingan antara hasil ramalan System Dynamics dan pola data untuk konsumsi energi dunia dan ramalan global waming. Kami di TI UGM pernah mengembangkan model berbasis Systems Dynamics untuk peramalan project progress (S-curve). Hasilnya lebih akurat dibanding metode konvensional.

6. Teknik yang paling bagus?
Sayangnya tidak ada teknik yang paling bagus untuk semua kasus peramalan:) Karena ‘bagus’ bisa didefinisikan macam-macam.

Dari sisi teknis, bagus adalah akurat. Banyak penelitian menunjukkan bahwa teknik yang lebih canggih tidak selalu lebih akurat. Sebagai contoh teknik ARIMA tidak selalu lebih akurat dari pada simple linear regression. Model yang berbasis artificial intellgient pun tidak selalu lebih akurat dari model yang lebih sederhana. Kami juga pernah melakukan penelitian untuk mencari hubungan antara “pola data yg dominan” dengan “teknik peramalan terbaik” – sayangnya hasilnya belum konklusif.

7. Di dunia industri biasanya aplikasinya gimana?

Dunia industri tentunya tidak seideal dunia akademik-teoretik. Selain mengejar akurasi, banyak faktor non teknis yang harus dipertimbangkan saat melakukan peramalan, di antaranya: kemampuan sumber daya manusia, ketersediaan data, keterbatasan waktu dan biaya, dan jangan lupa – office politics.

Office politics apaan sih Pak?

Contohnya misalnya dalam meramal budget sebuah proyek. Ramalan bisa sengaja dibuat tidak akurat (misal: angka dibuat lebih rendah dari yang seharusnya dengan harapan agar proyek bisa ‘looks more promising than competing projects’ dan ujungnya adalah –> bisa disetujui). [ini bagian dari tesis saya :)]

Dalam banyak kasus, saya mengamati bahwa beberapa praktisi industri cenderung menganggap alat peramalan sebagai black-box. Koleksi data masa lalu, masukkan ke software, pencet tombol ini dan itu kemudian voila … keluar hasil ~ baik dalam angka maupun grafik-grafik yang indah. Copy-lalu-paste ke powerpoint; esuk harinya dipakai untuk presentasi. 🙂

Mungkin karena kendala waktu dan sumber daya, banyak proses peramalan tidak dilakukan secara kritis dan insightful. Padahal, meramal tidak hanya sekadar menghasilkan angka dan grafik yang cantik namun juga mencoba mencari insight di balik angka dan grafik tersebut. Di sinilah: peramalan bisa jadi tidak 100% akurat namun masih tetap berguna.

Salah satu artikel klasik di HBR yg terkait dengan ini adalah “Planning as Learning” dari Pak Ari P. De Geus. Mudah-mudahan link ini legal.

Ada masukan? tambahan? sila tinggalkan komentarya.

source ilustrasi

13 Responses to “Peramalan Kuantitatif – FAQ”

  1. Dwi Supriyanto Says:

    Memang benar peramalan tidak ada yang sempurna, dalam industri manufaktur hasil forecasting hendaknya dijadikan mimpi dan tujuan dari organisasi/perusahaan, sehingga diperlukan KOMITMEN dari masing2 bagian/Dept untuk mencapainya. hal tersebut bisa meminimumkan kerugian-kerugian yang timbul akibat perbedaan qty forcasting dengan actual, seperti kerugian kepuasan pelanggan akibat keterlambatan supply, kerugian akibat biaya persediaan yang biasanya berdampak pada tergangunya cash flow perusahaan.

  2. embuhh Says:

    Hmm… kalo bisa kasih contoh aja pak… yang simpel aja misal dalam 3 tahun.. tapi lengkap. he he.. 😀 biar pas ada tugas kampus ato mo penelitian biar bisa tau gimana tho caranya… kan banyak tuh buku yg ngasih contoh tp g detail amat dari pemilahan data ampe validasi…

  3. b oe d Says:

    #Pak Dwi

    Sebagian praktisi menyarankan untuk membedakan peramalan dengan goal. Peramalan dilakukan sebaiknya seobjektif mungkin dan sifatnya netral. Goal biasanya bersifat lebih progresif, bertujuan memotivasi, stretching capability to the limit.

    Di project management, praktisi bahkan bisa membuat tiga versi planning: estimate yg sifatnya obyektif, internal plan yg biasanya progresif, plan untuk klien yg sifanya konservatif.

    # mas embuhh
    Waduh, kalo detail bisa jadi satu textbook yg tuebeel lho 🙂
    Salah satu yg menurut saya bagus adalah textbook FORECASTING karangan Makridakis. Setebel bantal buku ini.

  4. Yan9n Says:

    di sini juga banyak tuh pak ramalan…
    pas ke asakusa, di kuil banyak banget orang yang diramal… padahal ramalannya dah ada template dan defaultnya haha…
    dan orang jepang memang percaya banget pada ramalan…
    salah satu ramalan yang jarang meleset di jepang adalah ramalan cuaca… bisa sekitar 80% tepat… apakah itu brarti tingkat kepercayaannya 80%?

    di sini mau ndak mau terpaksa saya harus percaya ramalan cuaca, kalau tidak bisa-bisa saya kehujanan di tengah jalan karena ndak bawa mantel atau payung

    maaf ndak nyambung hehehe

  5. embuhh Says:

    Pak mo nanya nih. He he.. disitu kan ditulis FAQ jdnya gak pa pa kan pak?
    1. Misal kita melakukan penelitian di suatu tempat, trus melakukan peramalan pake metode yang canggih misal box jenkins, GA, SA, NN, ato yang ngeri2 abis lainnya n sulit dimengerti. Apa dengan begitu memberi manfaat yg berkelanjutan bagi si user (alias yang punya tempat)? apa mereka lalu nggunain tu ramalan? Menurut saya mungkin bisa dalam kurun waktu tertentu? tp selanjutnya? karena bisa jadi mereka pinginnya metode yang “cool” tapi mudah dimengerti alias yg simpel2 aja deh (misal MA ato SES)… Jadi kalo menurut saya lagi nih, melakukan peramalan di suatu tempat penelitian jg harus memperhatikan si usernya.. (kalo dari sisi si peneliti juga lebih enak. he he..) Tanggapan bapak?
    2. Ada buku yang jelasin validasi peramalan menggunakan moving range, ada yang tracking signal dg rumus RSFE/MAD, ada pula yg pake tracking signal dg rumus sigma error t dgn batasan +/-3MAD. Mana yang kita pilih? apa sesuka kita mo milih salah satu.. apa perbedaan dari ketiganya?
    3. Ada buku lagi pak… rumus tracking signal RSFE/MAD dengan batasan +/-4 ada pula yang pake batasan +/-6, hmm… mana yang dipilih?
    He he he buuannnyyyaakkk bgt ya pertanyaannya.. mohon pencerahan ya pak.. 8)
    Mungkin besok2 saya tanya lagi… lagi and lagi… makacihh
    PS: malu bertanya sesat dijalan, tapi sering bertanya ya… ya embuhh ya…

  6. yoyon Says:

    Sekedar sumbang pendapat :
    Menurut saya mau pake metode apa aja, hasil akhir tergantung pada user. Forecasting cuma memberikan saran. Tinggal melakukan cross-validation dan ambil keputusan deh.
    Jadi :
    Apapun… minumnya teh … … (hehehe)

  7. Ridha Says:

    Kok saya lebih setuju pake kata “prakiraan” daripada ramalan yah. Atau memang istilah baku di IE Indonesia memang ramalan??

    forecast = prakiraan
    foretell = ramalan (joyoboyo, mama laurent, dll, dkk) ??

  8. b oe d Says:

    # Mas embuhh
    memang akhirnya, seperti yg sudah disampaikan, penggunaan di lapangan akan tergantung pada banyak faktor. Akurasi hanya satu dari sekian hal yg perlu dipertimbangkan.

    Metode validasi memang macam-macam, dan sayangnya hasil akhirnya tidak selalu konsisten. Saat memilih metode validasi mana yg digunakan akhirnya judgment memang dibutuhkan. Tentunya guided judgment lebih baik dibanding yg unguided. [Guided = berlandaskan pemahaman konsep yg benar].

    Tracking signal digunakan untuk mendeteksi ada / tidaknya systematic error. Semakin besar rentangnya berarti semakin longgar toleransi yg anda berikan. Semakin sempit rentangnya, berarti semakin sensitif. Jangan lupa pula, ada type 1 dan type 2 error 🙂

    # Mas yoyon
    Thks atas inputnya 😀

    #Aak Ridha
    Sejujurnya saya juga belum tahu istilah bakunya. Bisa tolong ditanyain ke Bapak nggak?

    Kayaknya prakiraan memang lebih mantep ya, kalo pakai istilah ramalan takutnya kepeleset jadi lamaran.
    [gak nyambung?]

  9. Dody Says:

    Yang ini :
    ” Dalam banyak kasus, saya mengamati bahwa beberapa praktisi industri cenderung menganggap alat peramalan sebagai black-box. Koleksi data masa lalu, masukkan ke software, pencet tombol ini dan itu kemudian voila … keluar hasil ~ baik dalam angka maupun grafik-grafik yang indah.”

    Software nya apa namanya Pak…?
    Jadi pingn nyoba…hehe…sekalian link nya kalo bisa download gratis.

    • b oe d Says:

      #Pak Dody
      Software forecsting banyak pak. Ada yg satu package dengan statistik atau simulasi; ada juga yg stand alone.
      Sila google : “forecasting” + “software”

  10. puji Says:

    Salam kenal,,,huaa
    semuanya..mau nanya,,
    reverensi buat cross validation khususnya
    v fold cross validation apa se???
    buat tugas akhir nih,,,
    googling ampe begadang ga ada yang pas,,
    informasi n bantuannya d tunggu ya,,
    add aku d ujiho_28@yahoo.com (buat ym)
    makasiiiiiiiiiiiihhhhh

  11. octophus Says:

    Thanks untuk contentnya Pak, kebetulan saya lagi disuruh cari data forecasting,
    But, sedikit diperjelas untuk contentnya, biar orang awam kaya’ saya ini bisa menerawang apa maksudnya..,

    Selebihnya., trims!

  12. Danish Says:

    Saya lagi nyari metode peramalan yang bisa ngeramalin untuk beberapa periode ke depan. Nah saya punya data demand mingguan selama setaun. Metode peramalan apa yah yang bisa meramalkan tidak hanya satu titik / minggu kedepan tapi beberapa minggu ke depan. setau saya MA ama WMA ga bisa ya pa??


Leave a reply to b oe d Cancel reply